Rabu, 18 Februari 2015

Makalah Keterlibatan Nilai-nilai Pribadi Konselor dan Klien Dalam Melakukan BK

BAB I
PENDAHULUAN

A.    LATAR BELAKANG MASALAH
Secara naluriah, kodrat, fitrohnya manusia adalah makhluk sosial memerlukan orang lain dalam kehidupannya tanpa sesamanya manusia tidak akan bisa hidup. Pada mulanya manusia berada dalam satu lingkungan sosial yang kecil, semakin berkembangnya umat manusia menyebar kemana-mana dengan kondisi fisik yang berbedapula.Dari uraian diatas diketahui memberikan diskripsi manusia secara sistematis bahwa manusia berada dan berhubungan dengan sesamanya dalam pola- pola tertentu sebagai individu yang berhubungandengan individu melalui keluarga, masyarakat. Sebagai individu yang berhubungan dengan kelompok masyarakat, politik, social. Sebagai kelompok yang berhubungan dengan kelompok.

B.     RUMUSAN MASALAH
1.      Apakah konsep nilai-nilai pribadi ?
2.      Apa saja nilai-nilai pribadi konselor ?
3.      Apa saja nilai-nilai pribadi klien ?

C.    TUJUAN
1.      Untuk memahami konsep nilai-nilai pribadi.
2.      Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai pribadi konselor.
3.      Untuk mengetahui apa saja nilai-nilai pribadi klien





BAB II
PEMBAHASAN
A.       KONSEP NILAI-NILAI PRIBADI
Secara umum hubungan konseling dimaknai sebagai hubungan yang bersifat membantu, artinya pembimbing berusaha membantu terbimbing agar tumbuh, berkembang, sejahtera dan mandiri. Shertzer & Stone (1981) mendefinisikan hubungan konseling sebagai: “ interaksi antara seorang dengan orang lain yang dapat menunjang dan memudahkan secara positif bagi perbaikan orang tersebut”. Selanjutnya Rogers mendefinisikan hubungan konseling sebagai : “ Hubungan seorang dengan orang lain yang datang dengan maksud tertentu”. Hubungan itu bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan, perkembangan, kematangan,memperbaiki fungsi dan memperbaiki kehidupan. Sedangkan sifat dari hubungan konseling adalah menghargai terbuka, fungsional untuk menggali aspek-aspek tersembunyi (emosional, ide, sumber-sumber informasi dan pengalaman dan potensi secara umum). Benyamin (dalam Shertzer & Stone,1981) mengartikan hubungan konseling adalah interaksi antara seorang profesional dengan konseli, dengan syarat bahwa profesional itu mempunyai waktu, kemampuan untuk memahami dan mendengarkan, serta mempunyai minat, pengetahuan dan keterampilan. Hubungan konseling yang terjadi harus memudahkan dan memungkinkan orang yang dibantu untuk hidup lebih mawas diri dan harmonis. Sofyan S. Willis (2004) menjelaskan sejumlah karakteristik dari hubungan konseling, yang dapat membedakan antara hubungan konseling dengan relasi antarmanusia biasa seperti yang terjadi dalam kehidupan sehari-hari.
Karakteristik yang dimaksud, antara lain :
1.      sifat bermakna.           
Maknanya adalah bahwa hubungan konseling mengandung harapan bagi konseli dan konselor, juga bertujuan, yaitu tercapainya perkembangan konseli.
2.      Bersifat efek.
Efek adalah perilaku-perilaku emosional, sikap dan kecenderungan-kecenderungan yang didorong oleh emosi. Efek hadir dalam hubungan konseling karena adanya keterbukaan diri ( self-disclosure) konseli, keterpikatan, keasyikan diri (self-absorbed ) dan saling sensitif satu sama lain.
3.      Integrasi pribadi.
Integritas pribadi menyangkut sikap yang genuine” dari kedua belah pihak (konseli dan konselor), yaitu sikap yang menunjukkan ketulusan, tanpa kepura-puraan, menampilkan keaslian diri, membuang kesombongan, arogansi dan kebohongan. Adanya ketulusan, kejujuran keutuhan dan keterbukaan.
4.      Persetujuan bersama.
Hubungan konseling terjadi atas persetujuan bersama,adanya komitmen bersama, bukan sebuah paksaan.
5.      Kebutuhan.
Hubungan konseling yang terjadi didasarkan atas faktor kebutuhan,yaitu kebutuhan konseli dalam hubungannya dengan persoalan yang tengah dihadapi. Maka hubungan konseling selalu bercorak pemecahan masalah ( problem solving).
6.      Perubahan.
Tujuan hubungan konseling adalah perubahan positif yang terjadi pada diri konseli. Misalnya kemampuan konseli dalam mengatasi masalah,mampu melakukan penyesuaian diri, mampu mengembangkan diri secara optimal.

B.     NILAI-NILAI PRIBADI KONSELOR
Selaku konselor profesional harus memiliki kesadaran dalam melakukan pekerjaan dengan menampilkan keutuhan pribadi seorang konselor. Seorang konselor dalam menjalankan tugasnya harus dalam keadaan sadar dan menampilkan kepribadian yang sesuai dengan keprofesonalitasnya. Syarat petugas bimbingan, dalam hal ini adalah seorang konselor di sekolah diantaranya adalah sifat kepribadian konselor. Seorang konselor harus memiliki kepribadian yang baik. Kepribadian konselor sangat berperan dalam usaha membantu siswa untuk tumbuh. Banyak penelitian telah dilakukan oleh sejumlah ahli tentang ciri-ciri khusus yang dibutuhkan oleh seorang konselor.


1.    Sifat-sifat kepribadian konselor diantaranya:
a.       Konselor adalah pribadi yang intelegen
Yaitu memiliki kemampuan berpikir verbal dan kuantitatif, bernalar dan mampu memecahkan masalah secara logis dan persetif.
b.      Konselor menunjukkan minat kerja sama dengan orang lain
Di samping seorang ilmuwan yang dapat memberikan pertimbangan dan menggunakan ilmu pengetahuan mengenai tingkah laku individual dan social.
c.       Konselor menampilkan kepribadian yang dapat menerima dirinya dan tidak akan menggunakan kliennya untuk kepuasan kebutuhan pribadinya melebihi batas yang ditentukan oleh kode etik profesionalnya.
d.      Konselor memiliki nilai-nilai yang diakui kebenarannya sebab nilai-nilai ini akan mempengaruhi perilakunya dalam situasi konseling dan tingkah lakunya secara umum.
e.       Konselor menunjukkan sifat yang penuh toleransi terhadap masalah-masalah yang mendua dan ia memiliki kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang kurang
f.       menentu tersebut tanpa terganggu profesinya dan aspek kehidupan pribadinya.
g.      Konselor cukup luwes untuk memahami dan memperlakukan secara psikologis tanpa tekanan-tekanan sosial untuk memaksa klien menyesuaikan dirinya.
h.      Komunikasi
Situasi konseling menuntut reaksi yang adekuat dari pihak konselor, yaitu konselor harus dapat bereaksi sesuai dengan perasaan dan pengalaman konseli. Bentuk reaksi ini sangat diperlukan oleh konseli karena dapat membantu konseli melihat perasaanya sendiri.

2.    Kepribadian konselor yang menghargai dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan sebagai berikut, memiliki kemampuan:
a.       Membedakan perilaku yang menggambarkan pandangan positif
Konselor harus bisa membedakan perilaku klien yang dimana perilaku klien tersebut merupakan sebuah pandangan atau persepsi klien yang bisa diorientasikan sebagai pandangan yang positif. Pandangan positif ini bisa berwujud seperti persepsi-persepsinya konseli mengenai dunia politik, pendidikan, situasi sosial,bencana yang ada di indonesia, dan sebagainya.
b.      Membedakan perilaku yang menggambarkan pandangan negatif
Seorang konselor dituntut untuk bisa mengerti dan memahami kondisi psikologis konseli, memahami disini bisa diartikan bahwa seorang konselor mampu membedakan pandangan-pangdangan yang diungkapkan konselinya mengenai dunia luar maupun pandangan-pandangannya terhadap dirinya sendiri.
c.       Membedakan individu yang berpotensi dalam layanan bimbingan dan konseling
Konselor harus mampu membedakan mana konseli yang berpotensi dan mana konseli yang kurang menunjukkan adanya potensi diri. Pengetahuan tentang hal ini bisa membantu konselor dalam menjalankan tugasnya.

3.    Konselor yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia antara lain memiliki kemampuan :
a.    Menerapkan perbedaan budaya yang berperspektif gender dalam pelayanan bimbingan dan konseling.
Dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling, seeorang harus memperhatikan banyak aspek demi kelancaran dan kelangsungan jalannya konseling.
b.    Menerapkan perbedaan budaya yang berperspektif  hak asasi manusia dalam pelayanan bimbingan dan konseling
Memiliki pengetahuan mengenai hak asasi manusia akan sangan bermanfaat bagi konselor dalam menjalani tugasnya selaku konselor. Dalam memberikan pelayanan bimbingan dan konseling akan sangat berguna apabila konselor mengerti dan memahami tentang hak asasi manusia dan kemudian diterapkan pada saat proses konseling.
c.    Menerapkan perbedaan responsif perbedaan budaya konselor dengan konseli dalam pelayanan bimbingan dan konseling
d.    Konselor harus respek terhadap keadaan apa saja yang terjadi pada saat proses konseling. Konseli yang datang kepada konselor tidak menutup kemungkinan berasal dari berbagai latar belakang dan budaya yang berbeda dengan konselor. Dalam kaitannya dengan perbedaan budaya antara konselor dengan konselinya, maka akan sangat bijak bila konselor memberikan respon yang responsif terhadap konseli yang berbeda budaya. Tindakan keresponsifan ini akan membantu konselor memahamii konseli lebih dalam sehingga tidak terjadi hal-hal yang tidak diinginkan seperti kesalahpahaman perspektif atau pandangan antara yang diungkapkan konselor maupun yang diungkapkan konseli.

4.    Konselor yang menunjukkan integritas kepribadian yang kuat adalah ditunjukkan dalam kepribadian antara lain memiliki kemampuan:
a.       Menerapkan toleran terhadap stres yang dialami konseli.
Konselor menunjukkan sifat yang penuh toleransi terhadap masalah-masalah yang dialami oleh konselinya. Masalah-masalah seperti stres yang dimiliki oleh konselinya hendaknya mampu konselor atasi dengan baik dan ia memiliki kemampuan untuk menghadapi hal-hal yang kurang menentu tersebut tanpa terganggu profesinya dan aspek kehidupan pribadinya.
b.      Mengantisipasi berbagai tekanan yang menimpa diri
Sebagai seorang yang memiliki keutuhan atau integritas kepribadian yang kuat, wajar bila seorang konselor mampu melakukan antisipasi terhadap tekanan-tekanan yang menimpa diri konselor sendiri. Tekanan-tekanan ini bisa jadi disebabkan oleh hal yang diluar dugaan dan bisa datang kapan saja tanpa pemberitahuan, oleh karenanya sseorang konselor harus mampu melakukan antisipasi diri terhadap tekanan yang muncul. Bila tekanan yang seperti ini sudah muncul dan konselor kurang mampu mengatasinya, maka bila dibawa pada konseling akan mengganggu mekanisme konseling dikarenakan ketidaksiapan pribadi konselor dalam melaksanakan tugasnya.
c.       Melakukan coping terhadap berbagai tekanan yang menimpa diri
Coping merupakan salah satu upaya atau metode yan dilakukan konselor agar konselor mampu menyesuaikan dan mengatasi berbagai macam permasalahan sesuai dengan keadaan dan situasi yang terjadi. Hendaknya konseling ini menerapkan metode coping pada saat ia berhadapan dengan klien dan bisa juga diterapkan konselor pada keadaan yang menimpa dirinya sendiri. Metode ini sangat berguna bagi konselor pada saat ia menjalankan tugasnya karena ia mampu
mengatasi berbagai macam keadaan yang ia hadapi.

5.    Konselor yang menunjukkan integritas kepribadian yang kuat adalah ditunjukkan dalam kepribadian antara lain memiliki kemampuan:
a.       Menampilkan kepribadian dan perilaku seperti berwibawa, jujur, sabar, ramah, dan konsisten.
Kepribadian konselor merupakan titik tumpu yang berfungsi sebagai penyeimbang antara pengetahuan mengenai dinamika perilaku dan keterampilan terapeutik. Ketika titik tumpu ini kuat, pengetahuan dan keterampilan bekerja secara seimbang dengan kepribadian yang berpengaruh pada perubahan perilaku positif dalam konseling.
b.      Menampilkan kepribadian dan perilaku dalam menampilkan emosi yang stabil dengan mengontrol emosi diri secara tepat.
Konselor  juga perlu membangun kehidupan emosional yang sehat. Artinya, konselor  mempunyai relasi yang baik dengan orang lain, konselor belajar untuk menyelesaikan masalah-masalah konselor  sendiri. Kalau emosi konselor tidak sehat, bisa-bisa klien jadi sasaran.
c.        Menampilkan kepribadian dan perilaku dengan merespon empati secara tepat
Empati adalah kemampuan sesorang untuk merasakan secara tepat apa yang dirasakan dan dialami oleh orang lain dan mengkomunikasikan persepsinya. Orang yang memiliki tingkat empati tinggi akan menampakkan sifat bantuannya yang nyata dan berarti dalam hubungannya dengan orang lain, sementara mereka yang rendah tingkat empatinya menunjukkan sifat yang secara nyata dan berarti merusak hubungan antarpribadi.





6.    Konselor yang memiliki kesadaran terhadap komitmen profesional antara lain memiliki kemampuan :
a.       Dapat menjelaskan dan mengelola kekuatan dan keterbatasan pribadi dan professional
Seorang konselor pada dasarnya sama seperti manusia pada umumnya. Yang membedakan seorang konselor dengan manusia yang pada umumnya adlah profesi yang digelutinya. Profesi yang digeluti adalah konseling yang bertrayek pada area konseling. Meskipun seorang konselor memiliki keahlian yang lebih diantaranya manusia yang lainnya, namun konselor juga manusia biasa yang memiliki kekurangan-kekurangan ynag wajar. Dengan mengetahui apa yang menjadi keterbatasan dan kekurangan diri konselor, maka hendaknya ia termotivasi untuk lebih meningkatkan dan mengelola kekuatan atau kelebihan yang dimilikinya secara maksimal demi keprofesionalitas dalam menjalankan tugasnya sebagai konselor.
b.      Dapat menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling sesuai dengan kewenangan profesional konselor
Konselor yang profesional selayaknya mampu mematuhi komitmen profesional yang ia miliki. Dengan komitmen tersebut, menunjukkan bahwa ia akan melaksanakan tugasnya sebagai konselor semampu yang ia bisa lakukan dan sesuai dengan kewenangan yang ia miliki sebagai konselor yang profesional. Apabila ia melaksanakan konseling dengan konseli yang diluar kewenangannya, maka ia sudah melanggar kode etik konselor dan sudah bersikap tidak profesional. Oleh sebab itu, seorang konselor harus berhati-hati dalam menjalankan tugasnya, jangan samapi terlewat batas-batas yang sudah ditetapkan.







c.       Berupaya meningkatkan kopetensi akademik dan profesional diri
Atas dasar konteks tugas dan ekspektasi kinerja konselor dimaksud, sosok utuh kompetensi konselor mencakup kompetensi akademik dan kompetensi profesional sebagai satu keutuhan.
Kompetensi akademik merupakan landasan ilmiah (scientific basic) dan kiat (arts) pelaksanaan layanan profesional bimbingan dan konseling. Landasan ilmiah inilah yang merupakan khasanah pengetahuan dan keterampilan yang digunakan oleh konselor (enabling competencies) untuk mengenal secara mendalam dari berbagai segi kepribadian konseli yang dilayani, seperti dari sudut pandang filosofis, pedagogis, psikologis, antropologis, dan sosiologis.

7.    Komitmen profesional konselor terhadap komitmen etika profesional antara lain meiliki kemampuan:
a.       Melaksanakan referal sesuai dengan keperluan
Konselor yang tidak mampu menyelenggarakan pelayanan bimbingan dan konseling secara tepat dan tuntas atas suatu permasalahan konseli (konseli) mengalihtangankan permasalahan itu kepada pihak yang lebih ahli. Guru pembimbing dapat menerima alih tangan kasus dari orang tua, guru-guru lain, atau ahli lain ; dan demikian pula guru pembimbing dapat mengalihtangankan kasus kepada guru mata pelajaran/praktik dan lain-lain. Konselor wajib mengakhiri hubungan konseling dengan klien bila dia menyadari tidak dapat memberikan bantuan pada klien.
 Bila pengiriman ke ahli disetujui klien, maka menjadi tanggung jawab konselor menyarankan kepada klien dengan bantuan konselor untuk berkonsultasi kepada orang atau badan yang punya keahlian yang relevan.
Bila Konselor berpendapat bahwa klien perlu dikirm ke ahli lain, namun klien menolak pergi melakukannya, maka konselor mempertimbangkan apa baik dan buruknya.



b.      Mendahulukan kepentingan konseli daripada kepentingan pribadi konselor
Dalam pelayanan bimbingan dan konseling, seorang konselor harus berdikap profesional dalam pekerjaannya. Sikap profesional ini diantaranya ditandai dengan mendahulukan kepentingan pribadi konseli. Apabila konselor mendahulukan kepentingan pribadinya dibanding kepentingan konseli, maka ia dianggap gagal menjalankan tugasnya sebagai seorang konselor, karena ia telah melanggar salah satu aturan yang terpenting dalam etika konseling.
c.        Menjaga kerahasiaan konseli
Konseli menuntut dirahasiakanya segenap data dan keterangan tentang konseli (konseli) yang menjadi sasaran pelayanan, yaitu data atau keterangan yang tidak boleh dan tidak layak diketahui oleh orang lain. Dalam hal ini guru pembimbing berkewajiban penuh memelihara dan menjaga semua data dan keterangan itu sehingga kerahasiaanya benar-benar terjamin.


















C.    NILAI-NILAI PRIBADI KLIEN
Adapun nilai-nilai pribadi klien sebagai berikut :
1.      Diri sebagai dilihat oleh diri sendiri, dapat diwujudkan dalam pernyataan berikut :
“ Saya baik hati”
“ Saya hangat dan bersahabat”
“Saya agresif”
“ Saya tidak cermat”
2.      Diri sebagai dilihat oleh orang lain “ Beginilah saya kira orang lain memandang saya”, dapat diwujudkan dalam pernyataan berikut :
“ anda memandang saya sebagai bersifat bersahabat”
“Kakak memandang saya sebagai percaya diri”
“Teman-teman menganggap saya menarik”
3.      Diri-idaman, mengacu pada “tipe orang yang saya kehendaki tentang diri saya”. Aspires-aspirasi, tujuan-tujuan, dan angan-angan, semuanya tercermin melalui diri-idaman, dapat diwujudkan dalam pernyataan berikut :
“Saya pantasnya seorag guru”
“Saya seperti orang tua yang baik”
“Saya ini sepertinya akan menjadi orang yang baik”









BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi seorang konselor yang baik harus mempunyai nilai-nilai pribadi. Selaku konselor profesional harus memiliki kesadaran dalam melakuka pekerjaan dengan menampilkan keutuhan pribadi seorang konselor .Seorang konselor dalam menjalankan tugasnya harus dalam keadaan sadar dan menampilkan kepribadian yang sesuai dengan keprofesonalitasnya. Dan sebagai klien harus mempunyai nilai-nilai pribadi baik saat dia menilai dirinya sendiri, orang lain dan diri idaman.

B.     KRITIK DAN SARAN
Kami mengharapkan kritik dan saran dari dosen pembimbing dan teman-teman atas penulisan makalah ini. Karena kritik dan saran dari dosen pembimbing dan teman-teman akan sangat membantu dan memberi kami motivasi dalam penulisan makalah selanjutnya.









DAFTAR PUSTAKA



1 komentar: